IKNPOS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan alasan belum menetapkan mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim (NAM) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan berupa pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019–2022.
Nadime Makarim telah menjalani pemeriksaan di Kejagung pada Selasa 15 Juli 2025 selama 19 jam. Dari pagi hingga malam hari.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan, Kejagung masih mendalami alat bukti.
“Kenapa tadi NAM sudah diperiksa mulai pagi sampai malam, kemudian hari ini belum ditetapkan sebagai tersangka? Karena berdasarkan kesimpulan penyidik, masih perlu ada pendalaman alat bukti,” kata Qohar saat konferensi Pers, Selasa.
Qohar menegaskan bahwa jika alat bukti dirasa cukup, maka Kejagung akan menetapkan tersangka.
“Karena bicara hukum, bicara alat bukti. Ketika dua alat bukti cukup, pasti akan kami tetapkan sebagai tersangka,” tuturnya.
Dia juga meminta masyarakat untuk tidak khawatir karena sebagaimana perkara-perkara korupsi sebelumnya, Kejagung tidak berhenti menangani kasus pada tahap pertama saja, tetapi terus berlanjut dengan pengembangan lainnya.
Dijelaskan pula bahwa Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak mensyaratkan seseorang yang melakukan tindak pidana harus mendapatkan keuntungan. Setiap orang yang menguntungkan orang lain atau korporasi, bisa terjerat rasuah.
“Apabila di sana ada niat jahat, ada kesengajaan bahwa perbuatan yang dia lakukan itu melanggar hukum dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata Qohar.
Mengenai ada atau tidaknya keuntungan yang diperoleh Nadiem Makarim dalam perkara ini, Kejagung masih mendalaminya.
“Ini yang sedang kami dalami. Penyidik fokus ke sana, termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek. Kami sedang masuk ke sana. Nanti kalau pada saatnya alat bukti cukup, tentu akan kita rilis,” ucap dia.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat individu sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang berlangsung selama periode 2019 hingga 2022.