Bongkar Pasang yang Merepotkan
Tak hanya soal teknologi joystick, iFixit juga menyoroti desain internal controller ini. Untuk bisa mengakses bagian dalam, pengguna harus melepas faceplate yang direkatkan menggunakan perekat kuat. Setelah itu, sejumlah komponen seperti mainboard harus dilepas terlebih dahulu sebelum baterai atau joystick bisa disentuh.
Proses ini sangat menyulitkan siapa pun yang ingin memperbaiki atau mengganti bagian dalam controller secara mandiri. Selain itu, setelah perangkat dibongkar, pengguna perlu mengganti semua perekat yang sudah rusak agar controller bisa disusun ulang dengan rapi. Ini jelas bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah oleh kebanyakan orang.
Jadi meskipun desain joystick-nya modular, kenyataannya tidak ada kemudahan nyata dalam praktik perbaikannya.
Alternatif dengan Teknologi Lebih Baik
Fakta bahwa Nintendo masih memilih potensiometer membuat beberapa gamer beralih ke produk alternatif dari pihak ketiga. Beberapa brand seperti 8BitDo atau Gulikit menawarkan controller dengan joystick berbasis Hall effect yang memiliki daya tahan lebih tinggi dan performa stabil.
Menariknya, produk-produk tersebut justru memiliki harga yang lebih terjangkau, serta desain yang lebih mudah kita perbaiki. Bahkan, beberapa di antaranya memiliki fitur tambahan seperti tombol macro, pemetaan ulang, hingga baterai yang mudah diganti.
Hal ini membuka pertanyaan besar: mengapa Nintendo tetap memilih teknologi usang untuk perangkat premiumnya?
Risiko Masalah yang Sama di Masa Depan
Jika pengguna aktif bermain selama berjam-jam setiap hari, potensi kerusakan joystick akan meningkat drastis. Kontak mekanik antar komponen dalam potensiometer sangat mungkin menurun kualitasnya dalam waktu singkat, apalagi jika gamer gunakan secara intens.
Dengan situasi seperti ini, pengguna terpaksa memilih antara dua opsi: menerima risiko stick drift dalam beberapa bulan ke depan, atau mengganti joystick dengan modul Hall effect dari pihak ketiga secara manual, yang jelas merepotkan dan bisa membatalkan garansi.
Sebagai brand besar dengan reputasi kuat, langkah Nintendo ini tentu mengecewakan banyak pengguna setia. Alih-alih memperbaiki masalah lama, mereka justru terkesan mengulang kesalahan yang sama.