Uangnya dari mana?
“Lho bapak lupa?” jawab Agus Tjahyana, seorang manajer proyek di situ.
“Apa hubungannya dengan saya?”
“Waktu bapak ambil alih Inalum dari Jepang uang kasnya kan banyak sekali…”
Tentu saya ingat. Tapi tidak benar kalau saya yang mengambil alih Inalum. Yang bekerja paling keras adalah menteri perindustrian waktu itu: Mohamad Hidayat. Terutama tim negosiasinya yang dipimpin sekjen Kementerian Perindusterian. Tentu kami semua mendapat restu dari Presiden SBY saat itu.
Waktu kita ambil alih sebenarnya pihak Jepang sangat keberatan. Jepang ingin sekali tetap menjadi pemilik Inalum –kontraknya minta diperpanjang.
Kami tidak perpanjang –dengan cara yang sangat baik. Jadilah milik BUMN sepenuhnya.
Keputusan Inalum untuk kemudian membuat pabrik bahan baku di Kalbar tentu bersejarah. Keputusan Inalum itu jauh lebih bagus dibanding Antam yang membangun smelter serupa di Tayan –juga di Kalbar tapi jauh dari pelabuhan besar.
Kebutuhan alumunium kita terus bertambah. Kian banyak barang terbuat dari alumunium. Perlu banyak lagi pabrik hilirisasi di Kalbar. Perlu ijin khusus lagi untuk menambah PLTU di lokasi lain. Kita sudah separo jalan menuju mandiri alumunium –kenapa takut Donald Trump dengan segala tarifnya. (Dahlan Iskan)