Saat saya ke Pontianak Senin lalu saya merasa malu sendiri. Ternyata Indonesia memang masih mengizinkan pembangunan PLTU baru batubara. Hanya saja bukan di lingkungan PLN.
Bukan pula milik swasta yang listriknya dijual ke PLN. Semua PLTU baru itu kaitannya dengan smelter: nikel, tembaga dan bauksit.
Tiongkok sebenarnya juga melakukan hal yang sama. Di sana saat ini juga sedang dibangun PLTU-PLTU baru batubara. Ribuan MW. Tiongkok mengabaikan kritik internasional demi memenuhi kebutuhan listrik dalam negerinya.
Dengan adanya PLTU 3 x 25 MW di Kalbar pabrik alumina terbangun. Kita pun mampu memproduksi sendiri baham baku untuk peleburan alumunium di Inalum.
Kalau pabrik di Kalbar memproduksi alumina, Inalum di Asahan memproduksi alumunium batangan –ingot. Alumunium batangan dijual ke pabrik-pabrik alumunium untuk memproduksi panci, wajan, kerangka atap rumah, kusen pintu dan banyak lagi. Kini praktis alumunium sudah meggantikan fungsi kayu yang kian mahal.
Inalum itu awalnya milik Jepang. Mengapa Jepang membangun peleburan itu di muara sungai Asahan? Bukankah tidak ada bahan baku di sana?
Alasannya satu: listriknya murah. Peleburan apa pun memerlukan listrik yang sangat besar. Di Asahan ada air terjun di dekat danau Toba. Jepang mengincar air terjun itu. Di situ dibangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Listriknya, sebanyak 600 MW, dialirkan sejauh 60 km dari Toba ke pantai Kuala Tanjung –lokasi pabrik Inalum.
Anda sudah tahu: listrik hasil PLTA murahnya luar biasa. Maka Inalum sukses besar. Kalau saja listriknya dibangkitkan dengan BBM, maka biaya listriknya bisa 50 persen sendiri. Tapi tidak semua wilayah punya air terjun. Di Kalbar, Morowali, Halmahera tidak mungkin dibangun PLTA. Padahal di wilayah-wilayah itu kaya nikel dan bauksit.
Maka pilihannya tidak lain batubara. Tanpa batubara tidak mungkin nikel dan bauksit itu bisa dilakukan hilirisasi. Apa boleh buat. PLTU baru terpaksa diizinkan, khusus untuk mereka.
Siapa pemilik pabrik baru peleburan alumina di dekat Pontianak itu? Tiongkok lagi? Bukan! Pemiliknya adalah Inalum. Bersama Antam. Seratus persen BUMN. Tanpa pinjaman asing pula. Bahkan tanpa pinjaman bank dalam negeri.