IKNPOS.ID – Tim Penuntut Umum dari Direktorat Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) melakukan penyitaan uang tunai senilai total Rp11.880.351.802.619 (Rp11.8 Triliun)! Ini adalah duit rakyat yang digondol oleh koruptor dalam kasus korupsi CPO Minyak Goreng tahun 2022.
Perkara ini menyeret 5 terdakwa korporasi raksasa di sektor kelapa sawit Indonesia. Meskipun sempat divonis lepas dari segala tuntutan hukum oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, uang kerugian negara yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka telah dikembalikan!
Kini, perkara ini berada di meja Mahkamah Agung (MA) dalam tahap pemeriksaan kasasi. Ini adalah pertarungan hukum sengit untuk memastikan keadilan ditegakkan dan uang rakyat kembali ke kas negara.
1. Penyitaan dalam Kasus CPO Minyak Goreng
Penyitaan dana sebesar Rp11,8 triliun ini adalah babak baru yang krusial dalam salah satu kasus korupsi paling menonjol di Indonesia. Angka ini, yang mewakili kerugian negara, kini telah berada di tangan Kejaksaan.
- Jumlah Fantastis yang Disita: Tim Penuntut Umum JAM PIDSUS berhasil menyita uang tunai sejumlah Rp11.880.351.802.619. Angka ini bukan sekadar nominal; ini adalah representasi dari kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), dan kerugian perekonomian negara yang diakibatkan oleh praktik korupsi dalam fasilitasi ekspor CPO dan produk turunannya pada tahun 2022. Ini adalah salah satu penyitaan terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.
- Perkara Korupsi Fasilitas Ekspor CPO: Kasus ini berpusat pada penyalahgunaan fasilitas ekspor CPO dan turunannya, yang diduga merugikan negara secara masif. Ini menjadi sorotan publik karena dampaknya langsung terasa pada ketersediaan dan harga minyak goreng di pasar domestik.
- Daftar Terdakwa Korporasi yang Terlibat: Penyidikan dan penuntutan kasus ini menyeret lima korporasi besar di industri kelapa sawit. Masing-masing perusahaan ini memiliki kontribusi kerugian negara yang signifikan, dengan rincian sebagai berikut:
- PT Multimas Nabati Asahan: Rp3.997.042.917.832,42
- PT Multi Nabati Sulawesi: Rp39.756.429.964,94
- PT Sinar Alam Permai: Rp483.961.045.417,33
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57.303.038.077,64
- PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7.302.288.371.326,78
Jumlah ini menunjukkan skala masalah yang sangat besar, dengan salah satu korporasi menyumbang lebih dari separuh total kerugian.
2. Dari Vonis Lepas ke Tahap Kasasi
Perjalanan hukum kasus ini tidaklah mulus. Meskipun bukti kerugian negara telah dihitung, para terdakwa sempat mendapatkan vonis yang mengejutkan.
- Didakwa Melanggar UU Tipikor: Kelima terdakwa korporasi tersebut didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindakan pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, serta tindakan menyalahgunakan wewenang.
- Vonis “Lepas dari Segala Tuntutan Hukum”: Yang menjadi sorotan publik adalah keputusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus kelima terdakwa korporasi tersebut dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Putusan ini berarti hakim menyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Keputusan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan dan kontroversi di kalangan masyarakat.
- Upaya Hukum Kasasi oleh Penuntut Umum: Tidak terima dengan putusan lepas tersebut, Penuntut Umum langsung mengajukan upaya hukum kasasi. Ini adalah langkah yang sah dan penting untuk mencari keadilan tertinggi. Saat ini, perkara tersebut masih dalam tahap pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung, yang akan menentukan apakah vonis lepas tersebut akan dikuatkan atau dibatalkan.
3. Perhitungan Kerugian Negara
Untuk memastikan jumlah kerugian negara yang valid, Kejaksaan Agung tidak main-main dalam proses perhitungannya.
- Audit BPKP dan Kajian UGM: Jumlah kerugian negara sebesar Rp11,8 triliun tidak dihitung secara sembarangan. Angka ini berdasarkan perhitungan Hasil Audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sebuah lembaga audit pemerintah yang kredibel. Selain itu, perhitungan juga didukung oleh Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, sebuah institusi pendidikan tinggi yang diakui. Kolaborasi ini menunjukkan keseriusan dan validitas data kerugian.
- Pengembalian Uang Kerugian Negara: Meskipun putusan awal adalah lepas, yang mengejutkan adalah kelima Terdakwa Korporasi tersebut pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025 telah mengembalikan uang sejumlah kerugian negara yang ditimbulkan, yaitu Rp11.880.351.802.619. Uang ini dikembalikan ke Rekening Penampungan Lainnya (RPL) JAM PIDSUS pada Bank Mandiri. Pengembalian ini bisa menjadi strategi hukum mereka untuk menunjukkan itikad baik atau sebagai bentuk mitigasi risiko.
- Proses Penyitaan Resmi: Terhadap uang yang telah dikembalikan ini, Penuntut Umum segera melakukan penyitaan resmi berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Juni 2025. Penyitaan ini dilakukan pada tingkat penuntutan dan didasarkan pada ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 38 ayat (1) KUHAP, yang mengatur tentang penyitaan untuk kepentingan pemeriksaan kasasi.
4. Dampak Pengembalian Dana
Pengembalian uang kerugian negara ini memberikan amunisi baru bagi Tim Penuntut Umum dalam menghadapi proses kasasi di Mahkamah Agung.
- Tambahan Memori Kasasi: Setelah penyitaan dilakukan, Tim Penuntut Umum tidak menyia-nyiakan kesempatan. Mereka mengajukan tambahan memori kasasi. Memori kasasi adalah dokumen hukum yang berisi argumen dan alasan mengapa putusan pengadilan sebelumnya harus dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
- Uang Sitaan sebagai Bagian Tak Terpisahkan: Yang strategis adalah Tim Penuntut Umum memasukkan uang yang telah disita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi. Hal ini bertujuan agar uang tersebut menjadi bahan pertimbangan utama bagi Hakim Agung yang memeriksa kasasi.
- Kompensasi Kerugian Negara: Tujuan utama dari pengajuan tambahan memori kasasi ini adalah agar sejumlah uang yang disita tersebut “dikompensasikan” untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi dari para Terdakwa Korporasi tersebut. Ini menunjukkan keinginan kuat Kejaksaan untuk memastikan kerugian negara yang telah dihitung secara komprehensif dapat ditutup penuh.
“Ini adalah komitmen Kejaksaan untuk menjaga integritas perekonomian negara. Memori kasasi sudah diajukan. Kejaksaan sudah menyiapkan argument dan bukti pendukung. Uang yang telah disita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.