IKNPOS.ID – Salah satu uang kripto, Bitcoin mengalami ketidakpastian setelah ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran.
Situasi Amerika Serikat dengan Iran berdampak langsung terhadap pergerakan aset global, termasuk bitcoin hari ini yang sempat tertekan sebelum akhirnya memulih.
Indeks saham Amerika Serikat seperti S&P 500 futures melemah di awal pekan. Saham-saham dari sektor energi dan pertahanan seperti Chevron, Exxon Mobil, Lockheed Martin, dan Northrop Grumman jadi sorotan utama investor. Di sisi lain, credit spread di pasar obligasi melebar tanda bahwa risiko pasar sedang meningkat.
Kondisi geopolitik juga membuat harga minyak mentah melonjak hampir 4%, bertahan di kisaran US$76 per barel (sekitar Rp 1,25 juta). Lonjakan harga ini dipicu kekhawatiran terganggunya pasokan global, termasuk potensi Iran memblokir Selat Hormuz, jalur penting pengiriman minyak dunia.
Sementara itu, pasar kripto ikut terguncang. Harga Bitcoin (BTC) sempat turun di bawah US$100.000 (sekitar Rp 1,65 miliar), namun kini mulai bangkit dan diperdagangkan di kisaran US$100.500–US$101.400 (Rp 1,66–1,67 miliar). Altcoin seperti Ethereum (ETH), Ripple (XRP), dan Solana (SOL) juga mulai pulih setelah koreksi tajam di akhir pekan.
Menurut Fahmi Almuttaqin, analis dari Reku, pasar baik saham maupun kripto sedang bersikap defensif. “Pergerakan pasar saat ini sangat sensitif terhadap perkembangan situasi di Timur Tengah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin 23 Juni 2025.
Fahmi menambahkan bahwa indeks saham cenderung stagnan, sementara harga emas justru naik tipis. Ini menunjukkan bahwa banyak investor memilih wait and see, menunggu arah pasar yang lebih jelas setelah ketegangan geopolitik akhir pekan lalu.
Ia juga menyoroti potensi eskalasi konflik, terutama jika Iran ikut terlibat lebih jauh. Hal ini bisa berdampak besar karena Iran punya hubungan erat dengan Rusia dan Korea Utara, yang dapat memicu risiko global lebih luas—termasuk tekanan inflasi yang sebelumnya mulai mereda.
“Konflik Rusia–Ukraina masih berlangsung, dan sekarang muncul ketegangan baru Iran–Israel. Ditambah lagi, negosiasi dagang AS–China belum ada kemajuan, serta ancaman tarif baru dari Trump. Ini semua bisa membuat proyeksi inflasi global semakin tidak pasti,” ujar Fahmi.