“Anda kan ikut pengarahan di kantor dinas koperasi kabupaten. Menurut Anda apakah kepala dinasnya bisa dikatakan orang yang mampu membina koperasi di seluruh kabupaten?” tanya saya kepada salah satu pengurus Merah Putih.
“Sama sekali tidak. Jauh dari bisa dikatakan mampu sebagai pembina yang baik,” jawabnya. Padahal itu di kabupaten yang tergolong besar di Jatim.
Tentu Anda sudah tahu: Dinas Koperasi di suatu kabupaten bukanlah tangga emas untuk berkarier. Citra umum yang muncul: bila diangkat ke dinas koperasi berarti sedang setengah dibuang. Maka bisa dibayangkan kualitas seperti apa yang ada di tempat pembuangan.
Itulah nasib. Roda berputar. Dinas yang awalnya hanya sekadar ada kini mendadak menjadi dinas yang sangat penting.
Tentu Presiden Prabowo sudah tahu semua itu. Presiden punya jalur lain yang akan membina koperasi desa: bank milik pemerintah.
Modal koperasi desa itu berupa kredit bank. Maksimal Rp 5 miliar. Berarti bank akan terlihat langsung di gagal-tidaknya Merah Putih. Bank sudah menganalisis masing-masing sejak masih dalam bentuk perencanaan. Bahkan ikut membinanya saat perencanaan dibuat.
Lalu bank mengamati jalannya koperasi. Ini akan menjadi pekerjaan khusus bagi bagian manajemen risiko di bank pemerintah.
Presiden Prabowo pasti lebih mengandalkan jalur pembinaan lewat bank ini. Bukan jalur birokrasi. Jalur birokrasi justru hanya akan menambah keruwetan di koperasi.
Jalur bank akan lebih realistis. Bank dituntut lebih. Tidak sekadar pemberi fasilitas kredit.
Berarti beban manajemen bank akan naik drastis. Kelak akan ada Piala Presiden bagi bank yang paling berhasil memajukan koperasi Merah Putih.
Waktu tidak banyak lagi. Saat kelahiran sang jabang bayi sudah begitu dekat. Begitu lahir bayi-bayi itu harus bisa bernapas. Ia bukan anak kambing yang begitu lahir bisa cari sendiri di mana susu ibunya. Lalu bisa latihan jalan sendiri. Cari makan sendiri. Dewasa sendiri.
Bayi Merah Putih kini berdebar di kandungan ibu pertiwi: apakah akan lahir normal, prematur atau lewat sesar! (Dahlan Iskan)