IKNPOS.ID – Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menegaskan bahwa pihaknya tak akan meniru langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang berencana mengirim siswa bermasalah ke barak militer.
Menurut Luthfi, Indonesia adalah negara hukum, dan urusan mendisiplinkan siswa sebaiknya tetap mengacu pada ketentuan yang sudah ada.
“Sudah ada aturan hukumnya, kenapa harus ngarang-ngarang? Kami sih enggak usah, cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Luthfi saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Pernyataan itu disampaikan usai Luthfi mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR RI dan sejumlah kepala daerah serta Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk.
Dalam forum tersebut, isu soal penanganan anak-anak bermasalah juga menjadi perhatian.
Pilih Jalur Hukum, Bukan Barak Militer
Mantan Kapolda Jawa Tengah ini dengan tegas menyebut bahwa anak yang sudah cukup umur dan melakukan pelanggaran pidana tetap harus diproses secara hukum.
“Kalau anak-anak sudah di atas umur, melakukan tindak pidana, ya sidik tuntas,” tegasnya.
Ia menyebut, proses hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa bukan hanya soal menghukum, tapi juga menciptakan efek jera.
“Kalau sudah cukup umur, antara 12 tahun ke atas, ya dilakukan pidana. Biar mereka jera. Dan buktinya, di Jawa Tengah, pendekatan hukum mampu mengatasi itu semua,” ujarnya.
Pernyataan ini sekaligus menjadi penegasan bahwa penanganan kenakalan remaja tidak harus dengan cara-cara keras, apalagi yang tidak diatur dalam sistem pendidikan nasional.
Kembalikan ke Guru dan Orang Tua
Luthfi juga tak ingin sembarangan mengirim siswa ke barak militer, terutama jika masih tergolong di bawah umur.
Menurutnya, pendidikan karakter tetap bisa dilakukan secara humanis dan partisipatif, lewat dukungan guru dan orang tua.
“Kalau di bawah umur, masih ada kewenangan guru di sekolah. Kembalikan juga ke orang tuanya,” ucapnya.
Dalam pendekatannya, Luthfi lebih menekankan pada sinergi antara pihak sekolah dan keluarga untuk membentuk kepribadian anak.
Bukan dengan metode militeristik yang dikhawatirkan justru menciptakan trauma atau stigma negatif pada anak.