NATO hampir lumpuh. WHO bisa lumpuh. WTO pasti lumpuh. Mungkin juga PBB. Dunia sudah tidak akan sama lagi. Pertumbuhan ekonomi global akan menurun.
Padahal diakui dunia bahwa jasa terbesar dari perdagangan bebas adalah: berkurangnya kemiskinan besar-besaran di dunia. Telah terjadi pemerataan kemakmuran.
Semua itu kini berakhir. Dunia harus menghadapi kenyataan baru.
Di masa lalu proteksionisme seperti itu diikuti dengan gerakan masing-masing negara mempersenjatai diri. Lalu meletuslah perang dunia kedua.
Indonesia tentu akan ikut terkena imbasnya. Saya sendiri mulai menyiapkan mental untuk keadaan lebih sulit. Saya juga mulai menata pikiran: jangan marah kalau pertumbuhan ekonomi tidak bisa mencapai 8 persen.
Tanpa ”normal baru” pun saya sudah siap bila negara tidak bisa tumbuh 8 persen. Apalagi kini dunia menghadapi ”normal baru”.
“Keadaan yang diakibatkan oleh kebijakan Donald Trump itu sangat kejam. Tapi itu sebuah realitas baru,” ujar PM Canada Mark Carney.
Kita tidak menyangka bahwa Singapura ternyata juga sedih. Padahal negara itu kaya raya. Cadangan devisanya lima kali lipat lebih besar dari kita: USD 520 miliar. Cadangan devisa itu tidak pernah dipakai. Terus bertambah. Padahal Singapura tidak punya utang. Kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk, cadangan devisa Singapura itu bernilai lebih 1.000 kali Indonesia.
Sedang kita, cadangan devisa bisa turun naik. Utang kita Anda sudah ikut hafal jumlahnya.
Utang kita yang besar itu otomatis membesar sendiri akibat perubahan kurs. Di saat tidak normal seperti sekarang, utang itu menjadi beban sangat berat.
Dalam keadaan sulit seperti sekarang mestinya para pembela utang ”mati angin”. Tapi yang berutang tidak perlu sedih. Bukan Anda yang harus membayar. (Dahlan Iskan)