Maka ketika terjadi reformasi Pak Poo menjadi calon anggota DPR dari partai itu. Daerah pemilihannya Jatim. Ia memang orang Jatim. Ia kelahiran Wlingi, satu kecamatan antara Malang dan Blitar. Dekat bendungan Karangkates. Satu kampung dengan mantan Wakil Presiden Budiono.
Saat menjadi anggota DPR itulah Pak Poo berkibar. Ia memelopori lahirnya UU Antirasialis yang sangat bersejarah. Itulah kebanggaan tertinggi dalam hidupnya: bisa memperjuangkan persamaan hak semua warga negara. Ia pun jadi idola di kalangan masyarakat Tionghoa Indonesia.
Pak Poo sendiri suku Hakka (客家人). Yang kampung halaman leluhurnya di kabupaten Meixian, dengan kota terbesarnya Meizhou.
Ia pernah menjadi salah satu ketua perkumpulan suku Hakka sedunia. Anda sudah tahu: Thaksin Shinawatra dari Thailand, Cory Aquino dari Filipina, Lee Kuan Yew dari Singapura adalah tokoh-tokoh suku Hakka dunia.
Saya juga pernah ke rumah Pak Poo yang di Jakarta. Di Menteng. Berdekatan dengan rumah Bu Megawati Soekarnoputri. Waktu itu saya punya janji menemui Bu Mega. Masih terlalu awal. Takut macet. Maka saya minta izin bisa ”menunggu” datangnya waktu di rumah Pak Poo.
Di dalam rumah itu, di bagian belakang, ada kolam renang ukuran Olimpiade. Saya duga Pak Poo sudah jarang berenang di situ. Maka saya ejek ia dengan pertanyaan ini: ”tahun berapa terakhir berenang di sini?”
“Hahaha… Sudah lupa,” jawabnya.
Begitulah hukum alam manusia. Waktu membangun rumah keinginan untuk melengkapinya dengan kolam renang sangat tinggi. Minggu pertama tuan rumah bisa sehari renang dua kali. Minggu kedua tinggal sekali sehari. Minggu berikutnya kian berkurang. Akhirnya tidak pernah lagi.
Tentu ada yang tidak begitu. Misalnya Anda.
Di dekat kolam renang itu saya justru diajari Pak Poo cara berjalan yang benar. Yang sesuai dengan ”ilmu jalan”. Rupanya Pak Poo baru mendatangkan ahli jalan kaki dari luar negeri.
Maka hari itu Pak Poo memberi contoh bagaimana jalan yang benar. Menyusuri sepanjang pinggir kolam renang. Lalu minta agar saya mempraktikkannya.