“Tidak wajib zakat fitrah bagi orang yang tidak mampu, yakni orang yang tidak memiliki harta yang lebih untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok dirinya dan orang yang wajib ia nafkahi pada saat malam id dan hari raya id, dan untuk memiliki pakaian dan rumah yang layak untuknya serta pelayan yang ia butuhkan dan (melunasi) hutang yang ia miliki, (tidak memiliki harta yang lebih) untuk mengeluarkan zakat fitrah. Berbeda ketika orang tersebut memiliki harta yang lebih untuk zakat fitrah setelah tercukupi kebutuhan di atas (maka wajib baginya zakat fitrah)”
(Syekh Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab bi Syarh al-Manhaj at-Thullab, juz 1 hal. 200).
Berdasarkan referensi di atas dapat dipahami bahwa standar ‘tidak mampu’ yang menggugurkan kewajiban zakat fitrah adalah bersifat nisbi, tergantung pada sedikit-banyaknya kebutuhan seseorang dan orang yang wajib ia nafkahi pada saat malam hari raya Id dan pada saat hari raya Id.
Orang yang memilki harta banyak, namun kebutuhan keluarganya terlampau banyak pada saat malam hari raya Id, maka tidak wajib baginya untuk membayar zakat fitrah.
Sebaliknya, orang yang hanya memiliki harta sedikit tetap wajib menunaikan zakat fitrah ketika uang tersebut dapat mencukupi bahkan melebihi terhadap kebutuhan dirinya dan keluarganya pada saat malam Id.
Karena itu, orang miskin pun wajib membayar zakat apabila pada malam Id dia memiliki harta berlebihan karena mendapatkan limpahan zakat fitrah dari banyak orang.