IKNPOS.ID – PT Aplikanusa Lintasarta, perusahaan teknologi dan solusi digital terkemuka di Indonesia, akhirnya buka suara terkait namanya yang terseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa untuk Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020-2024.
Dalam keterangan resminya, Head of Corporate Communications Lintasarta, Dahlya Maryana, menyatakan bahwa perusahaan akan bersikap kooperatif dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
“Lintasarta menghormati seluruh proses yang berlangsung dan bersikap kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan serta mengikuti prosedur yang berlaku dengan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas,” kata Dahlya dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Senin, 17 Maret 2025.
Dahlya juga menegaskan bahwa PT Lintasarta tetap berkomitmen untuk menjaga integritas layanan dan kepercayaan pelanggan. Perusahaan ini memastikan bahwa perlindungan data pelanggan dan enterprise tetap optimal, didukung oleh mitra strategis yang ahli di bidang keamanan siber serta standar global yang ketat.
“Dengan dukungan mitra strategis sebagai pakar keamanan siber serta standar global yang ketat, kami memastikan perlindungan optimal terhadap data pelanggan dan enterprise. Lintasarta berkomitmen penuh menjaga integritas layanan serta kepercayaan pelanggan,” jelasnya.
Proses Penyidikan Kejari Jakarta Pusat
Kasus dugaan korupsi pengadaan PDNS ini sedang diusut oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus). Proses penyidikan resmi dimulai pada Kamis, 13 Maret 2025, setelah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025.
“Kajari memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, dalam keterangan tertulis pada Jumat, 14 Maret 2025.
Pelanggaran dalam Proses Pengadaan PDNS
Kasus ini diduga melibatkan pelanggaran dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk PDNS, yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Akibatnya, kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.