Untuk itu, dalam gugatannya, Stepanus meminta MK untuk membatalkan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) UU 21/2023 atau setidaknya menetapkan batas waktu pemberian hak yang lebih pendek:
- HGU maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun)
- HGB maksimal 30 tahun (dapat diperpanjang 20 tahun)
- Hak Pakai maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun)
Dengan batasan yang lebih wajar, diharapkan hak masyarakat adat tetap terlindungi serta menghindari potensi konflik agraria di masa depan.
MK Minta Pemohon Perbaiki Gugatan
Menanggapi gugatan tersebut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menilai bahwa dalil yang diajukan masih terlalu subjektif. Frasa seperti “cemas, takut, dan khawatir” dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Jika kerugiannya dalam bentuk aktual dan potensial yang jelas, maka dapat kami nilai. Namun, kata-kata seperti ‘takut dan cemas’ sulit untuk dijadikan dasar pertimbangan hukum,” kata Ridwan.
Selain itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyoroti bahwa kedudukan pemohon dalam gugatan ini masih belum jelas.
Ia meminta agar Stepanus menjelaskan apakah dirinya mewakili masyarakat adat secara keseluruhan atau hanya sebagai individu yang terkena dampak langsung.
Hakim juga meminta pemohon untuk menyertakan studi kasus terkait kebijakan pemberian hak atas tanah di negara lain sebagai bahan perbandingan.
“Saudara memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan ini. Dokumen revisi harus diserahkan paling lambat Senin, 17 Maret 2025,” tegas Arief.