Ia gubernur yang banyak memotong anggaran yang tidak perlu. Pun anggaran di DPRD.
Rumah sakit Kalbar ia bangun dengan bagusnya. Ia malu banyak orang Pontianak berobat ke Kuching di Serawak –setahun bisa mencapai 1.500 orang.
Tarmiji punya ”kesalahan besar”: bersih dan bersih-bersih. Banyak yang tidak suka padanya. Inilah kenyataan hidup perpolitikan Indonesia: bersih itu baik, bersih-bersih itu dibenci.
Sedihnya lagi, yang mengalahkannya adalah orang yang selama lima tahun jadi wakil gubernurnya: Ria Norsan.
Padahal sang wakil sempat ikut deklarasi maju bersama Sutarmiji lagi.
Rupanya ada tawaran dari PDI-Perjuangan. Ia akan dicalonkan sebagai gubernur manakala mau menggandeng kader partai itu sebagai cawagub: Krisantus Kurniawan. Suku Dayak.
Itu peluang besar. Cawagub yang disodorkan itu satu-satunya tokoh Dayak pada tiga pasangan. Krisantus anggota DPR dari PDI-Perjuangan.
Begitulah di Kalbar. “Begitu tokoh Melayu pecah, tokoh Dayak yang terpilih”. Apalagi kali ini Melayunya pecah ke tiga pasangan.
Sedihnya lagi, adik kandung Sutarmiji juga kalah di pemilihan wali kota Pontianak. Bencana keluarga.
Sebaliknya mantan wakilnya itu terpilih dengan selisih suara lebar: 54 persen vs 36 persen. Sisanya untuk pasangan ketiga. Apalagi, istri gubernur terpilih ini juga terpilih sebagai bupati Mempawah: Hj Erlina Ria Norsan SH MH.
Satu keluarga begitu berduka. Satu keluarga begitu bersuka.
Waktu pun terus berlalu. Suka dan duka hanya soal waktu. Imlek meriah dan tidak meriah juga hanya soal siapa yang lebih banyak memberi dan mendapat angpao. (Dahlan Iskan)