MK Hapus Presidential Threshold, Penantang Prabowo-Gibran Makin Banyak

MK Hapus Presidential Threshold, Penantang Prabowo-Gibran Makin Banyak--

IKNPOS.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan presidential threshold akan mengubah peta politik di Indonesia.

Masing-masing partai politik (parpol) berpeluang mengusung capres-nya sendiri pada tahun Pilpres 2029 nanti.

“Ini kesempatan semua pihak. Baik politisi ataupun di luar politisi untuk menjadi capres pada tahun 2029. Artinya, potensi capres pada tahun 2029 akan makin banyak. Karena tidak ada pembatasan,” ujar Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Aditya Perdana pada Kamis, 2 Januari 2024.

Diketahui, MK secara mengejutkan menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada pemilu 2029.

​​​​​​Bagi Presiden Prabowo ataupun Wapres Gibran, putusan MK ini akan membuka peluang kompetisi yang makin ketat bagi petahana.

Karena per hari ini, Kamis, 2 Januari 2024, akan muncul banyak penantang yang memulai kompetisi.

Mereka akan mencoba merebut hati pemilih dengan berbagai cara. Termasuk mantan capres dan mantan cawapres pada Pemilu 2024.

Menurutnya, dinamika ini tentu juga akan berdampak pada koalisi pemerintahan yang dominan.

Setiap politisi atau pimpinan partai yang berada di kabinet tentu memiliki orientasi untuk menjadi kandidat pada pilpres dengan keuntungan sumber daya yang mereka miliki saat ini.

“Kompetisi pilpres tentunya akan memengaruhi dinamika kabinet. Yaitu di antara para menteri,” papar Aditya yang juga Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting ini.

Dikatakan putusan MK ini harus diperkuat dalam pembahasan revisi UU Pemilu yang rencananya akan segera digelar agar memperkuat aspek legal dalam bentuk UU.

Seperti diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (Presidential Threshold) 20 persen.

Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20 persen inkonstitusional.

Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo. Dia mengatakan, MK mengabulkan uji materi terhadap Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Dengan putusan ini, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20 persen di DPR.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang dicabakan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 2 Januari 2025.

Suhartoyo mengatakan, ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.

Namun, kata dia, melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat. Namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.

“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” terangnya.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Exit mobile version