IKNPOS.ID – Harga elpiji bersubsidi 3 kg di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), mengalami lonjakan tajam hingga mencapai Rp70.000 per tabung di tingkat pengecer.
Kondisi ini memicu keresahan masyarakat yang bergantung pada elpiji untuk kebutuhan sehari-hari.
Padahal, harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan di pangkalan resmi hanya Rp18.000 per tabung.
Pejabat Sementara Humas PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Risky Diba Avrita, mengimbau masyarakat untuk membeli elpiji bersubsidi di pangkalan resmi guna mendapatkan harga sesuai HET.
“Harga dan ketersediaan di pengecer atau toko selain pangkalan berada di luar kewenangan Pertamina dalam pengawasan dan penertiban,” ujar Risky, dikutip dari Antara, Rabu 29 Januari 2025.
Risky menegaskan bahwa pengecer bukan bagian dari rantai distribusi resmi Pertamina. Jalur distribusi elpiji bersubsidi hanya melalui agen atau pangkalan yang telah bekerja sama dengan Pertamina.
Salah satu faktor utama lonjakan harga di tingkat pengecer adalah kelangkaan stok elpiji 3 kg.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Balikpapan, Haemusri, mengungkapkan bahwa kebutuhan elpiji bersubsidi di Kota Minyak mencapai 30.000 metrik ton per tahun, sementara penyaluran hanya 19.842 metrik ton. Hal ini menyebabkan defisit sekitar 10.000 metrik ton.
Akibatnya, masyarakat kesulitan mendapatkan elpiji bersubsidi, sementara harga di tingkat pengecer melambung, berkisar antara Rp60.000 hingga Rp70.000 per tabung.
Untuk mengatasi situasi ini, Pertamina dan Pemerintah Kota Balikpapan telah menggelar operasi pasar pada 16–24 Januari di empat kecamatan guna menstabilkan harga dan pasokan elpiji.
Sanksi Bagi Agen dan Pangkalan Nakal
Pertamina menegaskan bahwa agen dan pangkalan wajib menyalurkan elpiji 3 kg sesuai regulasi.
“Kami tidak akan ragu memberikan sanksi terhadap agen dan pangkalan yang terbukti melakukan pelanggaran,” tegas Risky.
Selain itu, masyarakat mampu diimbau untuk beralih ke elpiji non-subsidi, seperti Bright Gas 5.5 kg atau elpiji 12 kg, agar subsidi tepat sasaran untuk masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro.