IKNPOS.ID – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI akan membangun sebanyak 66 rumah sakit di daerah, terutama daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).
Hal ini sebagai pelaksanaan dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) atau quick win dari Presiden RI Prabowo untuk membangun rumah sakit tipe D menjadi tipe C di kabupaten/kota yang belum memilikinya.
“Jadi kalau rumah sakit tipe D itu antara rumah sakit dengan puskesmas, tapi kalau tipe C itu sudah benar-benar rumah sakit,” terang Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes Azhar Jaya, ditemui di Kantor Kemenkes, Jakarta, 15 Januari 2025.
Azhar menyebut bahwa Prabowo menugasi langsung Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin untuk meningkatkan rumah sakit tipe D menjadi tipe C di DTPK.
“Pak BGS menjawab, ‘Saat ini di Indonesia ada 66 kabupaten/kota yang belum punya rumah sakit tipe C milik pemerintah dan 66 ini akan selesai dalam waktu 2 tahun.’ Jadi targetnya 10 (RS tipe C), Pak Menteri bilang 66 (RS) akan kita selesaikan dua tahun,” tambahnya.
Sedangkan khusus hingga 2026, pihaknya menargetkan kurang lebih sekitar 32 rumah sakit dibangun di daerah TPK.
“Saat ini prosesnya 10 rumah sakit, insyaAllah akan kita groundbreaking sampai dengan akhir bulan Maret secara bertahap,” lanjutnya.
Dengan prioritas daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan, sebagian besar target program ini bertempat di wilayah timur Indonesia.
“Prioritasnya ada sebagian di wilayah barat, tapi betul, sebagian besar di wilayah timur. Di wilayah barat itu ada Nias, ada juga di Bengkulu,” paparnya.
Pembangunan rumah sakit ini tentu dengan diiringi oleh pemenuhan perlengkapan alat kesehatan.
Dengan anggaran mencapai Rp170 miliar per rumah sakit, pihaknya memastikan kebutuhan dasar rumah sakit terpenuhi.
“(Anggaran) kurang lebih Rp170 miliar. Breakdown-nya plus minus Rp150 miliar untuk bangunan, Rp20 miliar untuk alkes,” ungkapnya.
Kemenkes mengutamakan setiap alkes ini diproduksi dalam negeri.
Di samping itu, ia menyoroti kendala utama dari program ini adalah pemenuhan sumber daya manusia (SDM), yang hingga saat ini, Indonesia masih kekurangan dokter dan tenaga kesehatan.
“SDM-nya ini sudah kita konekkan dengan program-program yang ada di Dirjen SDM Kesehatan. Jadi nanti dipenuhi secara bertahap dengan PPGDS dan program-program fellowship ataupun pendidikan yang sedang berjalan saat ini,” pungkasnya.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan ini, ia mengutamakan terlebih dahulu tujuh dokter spesialis yang paling mendasar dibutuhkan, di antaranya anestesi, penyakit dalam, kandungan (obgyn), bedah, anak (pediatri), radiologi, dan patologi klinis.