IKNPOS.ID – Hingga kini malaria masih menjadi ancaman di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur (Kaltim). Sejumlah upaya terus dilakukan oleh pemerintah setempat, Otorita IKN, hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk mengatasi malaria di IKN dan sekitarnya.
Kemenkes juga turut berkontribusi dalam penelitian tentang malaria dan penyakit-penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, seperti demam berdarah, zika, chikungunya, dan Japanese Encephalitis guna memitigasi risiko penyebaran di IKN.
Menurut Manajer Program Malaria Nasional Kemenkes, Helen Prameswari mengatakan, terlepas dari keberhasilan mengendalikan penularan malaria di IKN, Kemenkes bersama OIKN dan pemerintah daerah setempat tetap menaruh perhatian besar dalam upaya mitigasi risiko kasus malaria.
“Salah satu buktinya adalah melalui pembentukan Gugus Tugas Bebas Malaria pada Mei lalu, yang menyasar populasi pekerja konstruksi, buruh migran, dan pekerja kehutanan setempat. Diperlukan juga kerja sama lintas ilmu dan lintas sektor, mulai dari pusat sampai daerah,” kata Helen, Rabu, 11 Desember 2024.
Adapun studi tersebut diinisiasi oleh Associate Professor dari Monash University Indonesia Dr. Henry Surendra, peneliti senior dari Oxford University Clinical Research Unit Dr Iqbal Elyazar, Associate Professor dari Saw Swee Hock School of Public Health National University of Singapore Dr Kimberly Fornace, serta berbagai pemangku kepentingan di Kementerian Kesehatan, WHO, dan UNICEF.
Henry mengatakan, untuk mengoptimalkan upaya penanganan malaria dan penyakit tular vektor lainnya, penelitian lebih lanjut direkomendasikan guna memahami bagaimana perubahan lingkungan, perilaku vektor, dan mobilitas manusia berkontribusi terhadap penyebaran penyakit.
“Dengan kemajuan teknologi seperti data satelit dan perangkat AI, ada potensi untuk memantau perubahan secara real-time dan menyempurnakan rencana tata ruang untuk mengurangi risiko kesehatan pada pembangunan kota seperti IKN,” katanya.
Mengingat skala pembangunan IKN dan potensi dampaknya di seluruh Kalimantan Timur, ujarnya, penting bagi para pemangku kepentingan terkait untuk membina kolaborasi lintas batas dengan provinsi sekitar dan juga negara tetangga.
Menurut dia, pendekatan multidisiplin akan memastikan bahwa tantangan kesehatan, ekologi, dan sosial ditangani secara komprehensif.
Vice President of Research Monash University Indonesia Alex Lechner mengatakan pihaknya berkomitmen untuk terlibat aktif mengintegrasikan desain tata kota dengan pertimbangan ekologi dan kesehatan guna mempromosikan masyarakat yang tangguh dan berkelanjutan.
“Urbanisasi yang cepat dan perubahan iklim menghadirkan tantangan signifikan bagi pembangunan berkelanjutan di wilayah rentan malaria seperti Indonesia. Penelitian kolaboratif dan solusi inovatif sangat penting untuk mengatasi dampak kesehatan dan lingkungan dari proyek infrastruktur skala besar seperti di IKN,” katanya.