IKNPOS.ID – Sebagai sebuah hunian yang diprediksi akan memiliki populasi 1,9 juta jiwa pada 2045, ketersediaan air baku di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur (Kaltim) adalah sebuah keharusan. Pemenuhan kebutuhan air baku ini juga menuntut kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Peneliti dari Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nicco Plamonia menegaskan pentingnya sumber air baku yang andal. Ketersediaan air baku menjadi kunci keberlanjutan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di IKN.
Saat ini, Bendungan Sepaku Semoi menjadi satu-satunya sumber operasional, sementara lokasi IKN yang lebih tinggi membutuhkan sistem pompa bertekanan tinggi.
“Sumber air baku IKN direncanakan berasal dari beberapa bendungan, seperti Bendungan Sepaku Semoi, yang saat ini menjadi satu-satunya bendungan operasional. Namun, elevasi lokasi IKN yang lebih tinggi dibanding sumber air menimbulkan tantangan teknis besar,” ungkap Nicco saat webinar Envirotalk ke-39 melalui daring, Rabu, 20 November 2024.
Nicco menjelaskan, pengangkutan air dari sumber rendah ke lokasi tinggi membutuhkan sistem pompa dengan tekanan besar, dapat meningkatkan biaya operasional hingga Rp 478 per meter kubik.
‘’Hal ini akan berdampak signifikan pada harga air yang dibebankan kepada masyarakat. Indonesia bukan negara kaya, sehingga biaya tambahan ini harus dipikirkan agar tarif air tetap terjangkau,” katanya.
Ia juga menyoroti efisiensi sistem gravitasi dalam distribusi air mulai 2035, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang IKN, dibandingkan penggunaan pompa secara terus-menerus.
Penyediaan air minum perpipaan berkualitas menjadi prioritas dalam pembangunan IKN sebagai kota pintar (smart city).
“Sebelum bicara smart city, infrastruktur dasar seperti air perpipaan yang dapat langsung diminum harus tersedia. Jika tidak, masyarakat akan terus mengandalkan air tanah dan air galon, yang justru lebih mahal dan tidak menjamin kualitasnya,” ujar Nicco.