IKNPOS.ID – Ketegangan masih menyelimuti kaum buruh, pengusaha, serta pemerintah menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP). Terkini, sejumlah masyarakat juga sudah mulai mengkhawatirkan dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen ke 12 persen kepada penetapan UMP ini.
Bukan tanpa alasan. Pasalnya, rencana kenaikan PPN 12 persen ini disinyalir akan semakin melemahkan daya beli masyarakat. Karena hal inilah, para buruh juga meminta kenaikan upah hingga 20 persen.
Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kenaikan PPN 12 persen kemungkinan besar akan berdampak pada penetapan UMP.
“Kenaikan PPN akan mendorong naiknya harga barang dan jasa, yang dapat menyebabkan inflasi meningkat,” ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway Group, Selasa 26 November 2024.
Menurut Achmad, dengan adanya inflasi yang lebih tinggi, biaya hidup pekerja juga akan naik. Akibatnya, kenaikan PPN berpotensi memengaruhi kenaikan UMP agar daya beli pekerja tetap terjaga.
“Jika formula UMP tidak dirancang secara adil, penurunan daya beli ini akan berlanjut dan berdampak pada penurunan kualitas hidup serta melemahkan konsumsi domestik, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.
Oleh karena itulah, dengan memasukkan rumusan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi secara seimbang dalam perhitungan UMP, Pemerintah seharusnya dapat menciptakan mekanisme yang tidak hanya melindungi pekerja dari tekanan ekonomi, tetapi juga mendorong konsumsi domestik dan stabilitas sosial.
Dengan memastikan kesejahteraan pekerja, Achmad menilai bahwa formula ini dapat mengurangi potensi konflik perburuhan dan memperkuat stabilitas sosial, yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
(Bia)