IKNPOS.ID – Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, tak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur. Kebudayaan juga merupakan bagian penting dari kesuksesan pembangunan di Nusantara.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi, Hilmar Farid di Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Selasa, 8 Oktober 2024.
Dia meminta Unmul turut berperan aktif menghidupkan suasana di IKN yang saat ini sedang dalam proses pembangunan.
“Universitas Mulawarman dapat membantu merumuskan. Jangan sampai IKN jadi kota yang tak bernyawa,” ujar Hilmar.
Dia membandingkan IKN dengan pembangunan ibukota di beberapa negara lain. Seperti Astana di Kazakhstan, Abuja di Nigeria, dan Brasilia di Brasil. “Pembangunan IKN dapat meneladani kota-kota tersebut,” imbuhnya.
Dia mencontohkan Brasilia yang menjadi Ibukota Brasil pada 1960 menggantikan Rio de Janeiro.
Serupa dengan IKN. Brasilia dibangun dari nol. Bahkan, Presiden Soekarno, pernah mengunjungi Brasilia pada awal peresmiannya.
Bung Karno menginginkan arsitek utama Brasilia, Oscar Niemeyer mengarsiteki Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng) yang diproyeksikan menjadi ibu kota baru menggantikan Jakarta.
“Alasan Soekarno kala itu cukup sederhana. Arsitektur bangunan di Brasilia memiliki karakter modern yang tak lepas dari kearifan lokal,” papar Hilmar.
Meski tak jadi memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya, konsep itu kemudian dibawa pada pembangunan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta.
“Perumusan serupa untuk IKN penting. Bukan bentuk bangunannya dapat ditiru. Tetapi konsep modern yang tidak melupakan akar pengalaman kolektif,” urainya.
Hilmar juga menyoroti Putrajaya ketika menjadi Ibu kota Malaysia menggantikan Kuala Lumpur.
Arsitektur di Putrajaya, diakuinya memiliki karakter yang modern. Namun, sayangnya melupakan kebudayaan masyarakat sekitar. “Akhirnya Putrajaya menjadi kota yang tidak dikenali oleh rakyatnya,” tukas Hilmar.
Menempatkan kebudayaan setempat dalam arsitektur, bukan sekadar menaruh ornamen kesukuan tertentu.
Menurut Hilmar, inovasi dalam budaya itu penting. Orang-orang kerap terjebak membicarakan kebudayaan sebagai sesuatu yang lampau.
Hilmar juga mencontohkan Abuja, Ibu Kota Nigeria. Menjadi Ibukota pada 1991, Abuja menjadi percontohan keberagaman di Nigeria.
Pembangunan Abuja memberikan ruang bagi kebudayaan berbagai suku dan etnis. “Tidak boleh dalam pembangunan IKN, kita menonjolkan satu budaya dan meminggirkan budaya yang lain,” tegasnya.
Begitu pula Astana, Ibu Kota Kazakhstan. Ini adalah salah satu negara pecahan Uni Soviet yang lebih bercorak Asia.
Astana, sebutnya menaruh perhatian terhadap pembangunan lokasi-lokasi kebudayaan. Mulai dari creative hub hingga gedung pertunjukan teater.
Pembangunan Astana, tidak berlangsung dalam waktu singkat. Mulai dibangun pada 1997, kota itu baru rampung dan dapat dihuni pada 2010.
“Presiden Jokowi mengakui pembangunan IKN masih memerlukan waktu yang panjang,” pungkasnya.