IKNPOS.ID – Kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur tidak hanya membawa perubahan fisik dengan gedung-gedung tinggi dan konsep Forest City, tetapi juga menjadi kesempatan untuk memajukan ekosistem kebudayaan.
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek RI, Hilmar Farid, dalam kuliah umum bertajuk “Penyangga Multikulturalisme IKN” yang digelar di Gedung Prof Masjaya, Kampus Unmul, Samarinda.
Hilmar menegaskan pentingnya kebudayaan sebagai fondasi yang harus diperkuat di tengah pembangunan fisik IKN.
Ia menekankan bahwa pembangunan peradaban di IKN memerlukan waktu dan harus mempertahankan karakter budaya yang beragam di Indonesia.
“IKN tidak hanya menjadi pusat pemerintahan dan kemajuan, tetapi juga harus mencerminkan jiwa kebudayaan nasional yang kuat.
IKN harus menjadi suluh kebudayaan yang merepresentasikan kekayaan budaya Nusantara, sesuai falsafah Ki Hadjar Dewantara,” kata Hilmar.
Rektor Universitas Mulawarman (Unmul), Prof. Dr. Ir. Abdunnur, M.Si., IPU ASEAN Eng, yang juga hadir dalam acara tersebut, memberikan apresiasi terhadap dorongan Kemendikbud untuk memajukan kebudayaan di Kalimantan.
Ia berharap para mahasiswa dan alumni Unmul dapat menjadi inspirator bagi generasi muda Indonesia dalam menjaga dan memajukan kebudayaan.
“Mahasiswa dan lulusan Unmul diharapkan mampu menjadi penggerak utama dalam melestarikan budaya lokal dan berperan aktif dalam memperkuat rasa kebangsaan melalui kebudayaan, terutama di IKN yang multikultural,” ujar Prof Abdunnur.
Lebih lanjut, Abdunnur menekankan bahwa kebudayaan harus menjadi elemen penting dalam pembangunan di IKN.
Menurutnya, Kalimantan memiliki ribuan budaya yang tidak hanya harus dilestarikan, tetapi juga dimajukan sebagai bagian dari karakter bangsa yang dapat membangun peradaban baru di Nusantara.
Konsolidasi Stakeholder Kebudayaan
Hilmar juga menekankan pentingnya kolaborasi antara komunitas lokal dan perguruan tinggi dalam membangun ekosistem kebudayaan di IKN.
Komunitas lokal berperan sebagai penjaga pengetahuan tradisional, sementara perguruan tinggi berperan sebagai pusat inovasi yang membantu kebudayaan beradaptasi dengan modernitas.
“Konsolidasi antar-stakeholder dari komunitas lokal hingga akademisi sangat penting dalam membangun ekosistem kebudayaan yang dinamis. Perguruan tinggi seperti Unmul harus menjadi rumah bagi inovasi kebudayaan,” jelas Hilmar.
Dalam sesi diskusi yang dihadiri oleh ratusan peserta, para mahasiswa dan pelaku budaya lokal berbagi pandangan tentang tantangan serta peluang yang ada dalam mengembangkan kebudayaan di era modern ini.
Digitalisasi dan urbanisasi dipandang sebagai peluang untuk memperkuat kebudayaan, bukan sebagai ancaman.
Hilmar juga menyoroti peran Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) di Tenggarong yang memerlukan perhatian khusus dalam pengembangan kebudayaan di wilayah tersebut.
Ia juga menekankan pentingnya ahli konservasi, kurator, dan arsiparis dalam menjaga serta memajukan kebudayaan di IKN.
IKN Sebagai Sumbu Penerang Kebudayaan Nasional
Sebagai pusat pemerintahan dan kemajuan, Hilmar menyebut IKN harus memiliki karakter budaya yang kuat dan menjadi representasi kebudayaan nasional.
Dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan, keberagaman budaya Indonesia harus dipandang sebagai kekuatan, bukan sekadar dekorasi atau ornamen dalam pembangunan kota.
“Budaya bukan hanya tentang bentuk atau dekorasi. Kalimantan dengan semua kekayaannya harus merepresentasikan budaya nasional yang kuat, seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945, Pasal 32 Ayat 1.
Kebudayaan nasional terbentuk melalui interaksi, dialog, dan seleksi nilai dari setiap daerah di Indonesia,” tutup Hilmar.
Dengan kuliah umum ini, diharapkan semangat mahasiswa Unmul dalam melestarikan kebudayaan semakin kuat, serta dapat menjadi penggerak dalam memperkuat identitas kebudayaan Indonesia di kancah global.