Sebuah komunitas seni yang concern melestarikan ekstensi musik tradisionak khas Dayak tersebut.
GSPD Mahulu sendiri ia bentuk pada 15 Juli 2019 lalu. Latar belakang dibentuknya komunitas itu karena melihat eksistensi musik tradisional Sape semakin berkurang di tengah kemajuan zaman saat ini.
Putra asli suku Dayak Bahau ini memang memiliki hobi bermain Sape sejak duduk di bangku SD.
Namun kebiasaannya bermain Sape mulai jarang dilakukan saat dirinya berada dibangku SMP, hingga perguruan tinggi.
Ia mengaku, dulu saat dirinya masih berada di bangku SD, kebiasaan bermain Sape masih sering dilakukan oleh warga Mahulu. Terutama saat malam Minggu. Itu dilakukan di lamin adat maupun di masing-masing rumah.
Namun kebiasaan tersebut semakin berkurang, bahkan sebagian besar masyarakat Dayak juga tidak mengetahui cara bermain Sape, terutama kalangan pemuda.
“Saat itu saya melihat masih ada yang suka bermain Sape, itupun orang-orang tua. Saya rangkul mereka dan timbul niat untuk membentuk komunitas ini (GSPD),” kenang Yohanes Avun dikutip dari Nomorsatukaltim.
Yohanes Avun kini telah berhasil membentuk forum komunitas tersebut di 27 desa atau kampung se-kabupaten Mahulu.
Selain membentuk komunitas, dirinya juga memberikan bantuan Sape dan sound sistem hingga kostum komunitas GSPD.
“Sekarang sudah ada 27 kampung yang sudah kita bentuk komunitas. Masing-masing komunitas itu saya kasihkan bantuan sape, sound system dan baju komunitas,” ujarnya.
“Itu bukan bantuan dari pemerintah tapi murni bantuan dari pribadi saya,” sambungnya.
Terkait alasan Yohanes Avun ingin melestarikan Sape, lantaran ia lihat sudah banyak kesalahpahaman tentang fungsi dan karakter dari alat music tradisional ini.
“Kenapa saya niat bentuk komunitas sape ini, karena saya takut sapeq ini hilang. Musik sape ini bisa dimainkan menggunakan gitar, tapi kan alatnya bukan gitar,” terangnya.
“Jangan sampai pemahaman anak cucu kita nanti dikira musik sape ini alatnya gitar, padahal bukan itu, makanya kita terus kembangkan Sape ini melalui komunitas,” imbuhnya.