Tak lama, Setyawan muncul. Dia meminta maaf Putri dan Kania tidak bisa menemani.
“Semalam ada penugasan mendadak. Jadi pagi ini mbak Putri dan Kania tidak bisa mengantar ke sana,” ujar Setyawan.
Sesuai jadwal, lokasi yang bisa dikunjungi adalah Rest Area IKN dan Rumah Teknologi Nusantara.
Setyawan pun mempersilakan IKNPOS.ID pergi ke IKN. Di sana ada staf Humas Otorita IKN yang akan mendampingi.
Namanya Adi Kustaman. Kemudian, Setyawan memberi nomor HP Adi Kustaman. Pun lokasi Rest Area IKN.
“Nanti ketemu Pak Adi di Rest Area ya. Sambil jalan nanti bisa hubungi beliau,” lanjut Setyawan.
Oke nggak masalah! Kita pun segera naik mobil dan meninggalkan halaman kantor Otorita IKN.
Kata Arul, kalau di Sepaku tidak macet, perjalanan sampai di Rest Area IKN kurang lebih 2 jam lebih sedikit.
“Mas kita cari sarapan dulu ya,” pinta saya kepada Arul. Dia pun menjawab: Siap!
Selama perjalanan belum banyak rumah makan atau warung yang buka. Masih pukul 07.15 WITA.
Mobil terus bergerak. Karena niatnya cari sarapan, Arul memperlambat laju mobilnya.
Sekitar 15 menit perjalanan, di sebelah kanan jalan terlihat ada warung makan yang buka. Letaknya di wilayah Balikpapan Utara.
Kita pun memutuskan sarapan di situ. Menunya: Soto, rawon, nasi kuning, pecel lele.
Saya pesan rawon. Teman saya Derry Sutardi memilih pecel lele. Sedangkan Arul sarapan nasi kuning.
Jujur, rasanya kurang pas di lidah saya. Tapi nggak apa-apalah. Yang penting perut terisi. “Daripada kelaparan,” gumam saya dalam hati.
Selesai makan, saya mengirim pesan kepada Adi Kustaman. Saya memberitahukan bahwa kita sedang dalam perjalanan ke Rest Area IKN.
Adi Kustaman menjawab: “Oke ditunggu. Kalau sudah dekat kabari saja.”
Setelah makan, kami bertiga melanjutkan perjalanan. Mobil mulai digas. Saya duduk di depan samping Arul. Sementara Derry di jok tengah.
Awalnya Arul terlihat agak canggung. Maklum, baru kenal. Apalagi saya dan Derry dari Jakarta.
Namun, ternyata Arul orangnya asyik. Pelan-pelan situasi mulai cair. Arul mengaku sering mengantar tamu ke IKN.
Karena itu, dia hafal betul jalur menuju IKN. “Sering banget. Terutama saat awal-awal pembangunan dulu,” tuturnya.
Sepanjang jalan kita bertiga ngobrol. Acapkali kita tertawa terbahak-bahak.
Dia juga bercerita tentang keluarganya yang merupakan keturunan Bugis.
“Saya lahir di sini. Tapi saya nggak bisa ngaku sebagai orang Dayak. Karena aslinya nggak ada keturunan Dayak,” urainya.
Meski sambil ngobrol, Arul tetap konsentrasi pada kemudi. Saya lirik speedometer. Jarum menunjuk di angka 90 Km.
“Dari kemarin-kemarin sini hujan terus mas. Mulai pagi sampai malam nggak berhenti,” terang Arul.