Kali ini terkait dengan Rumah Sakit Vertikal yang baru. Yang menurut jadwal akan beroperasi bulan depan. Atau sebagai penanda Hari Kemerdekaan dua bulan lagi.
Rumah sakit itu nanti tidak akan didominasi oleh lulusan lulusan fakultas kedokteran setempat. RS Vertikal yang ada di Surabaya, misalnya, tidak akan didominasi oleh dokter lulusan Unair.
Pun yang di Makassar. Alumni Unhas tidak akan banyak ditempatkan di situ. Dokter RS Vertikal Surabaya akan banyak jadi lahan pengabdian lulusan UI, Unpad atau universitas lain.
“Lulusan Unair akan lebih banyak kita tempatkan di Jakarta, Jabar, Jateng dan luar Jawa,” ujar Menkes.
Saya memang berkomunikasi dengan Menkes kemarin. “Kami lakukan itu untuk mengatasi praktik semacam kartel oleh alumni fakultas kedokteran setempat,” ujarnya. “Itulah yang terjadi selama ini,” tambahnya.
Menkes terus mencatat praktik primordialisme dokter senior pada juniornya. Termasuk praktik memberikan tekanan pekerjaan berlebihan pada para junior sealmamater.
Budi Sadikin pun menceritakan kejadian terbaru yang dilaporkan padanya. Itu terkait dengan segera beroperasinya RS Vertikal di Surabaya. Khususnya terkait dengan penerimaan tenaga dokter yang melamar di rumah sakit tersebut.
Diceritakan, dua orang dokter muda yang sudah lolos tes mendapat tekanan dari senior mereka. Itu gara-gara saat melamar ke RS Vertikal tidak “kulo nuwun” padanya sebagai ketua spesialis di Jatim.
Tekanan itu sampai ke soal ancaman izin praktiknya akan dihambat.
Itu tidak hanya di Jatim. “Hampir di semua kota besar seperti itu,” ujarnya.
Anda sudah tahu: pemerintah membangun empat rumah sakit milik pemerintah pusat. Yakni di Surabaya, Makassar, Jayapura dan di IKN.
Bangunannya megah: empat tower. Yang tiga tower khusus untuk spesialis kanker, stroke dan jantung. Satu lagi untuk layanan umum.
Anda juga sudah tahu: di saat ada Covid-19 pemerintah pusat mengalami kesulitan koordinasi dengan daerah. Peristiwa dramatis yang pasti masih Anda ingat adalah ini: Bu Risma, Wali Kota Surabaya saat itu, sampai nangis-nangis. Lalu tiba-tiba ndelosor di lantai di depan pimpinan rumah sakit provinsi.
Saya baru sekali ini menggunakan istilah satria berkuda untuk menggantikan istilah lama: langkah kuda.
Saya tidak malu mengakui: baru di umur 74 tahun ini tahu bahwa buah catur yang selama ini kita kenal dengan kuda ternyata nama aslinya “satria berkuda”.
Sebulan berada di Amerika setidaknya saya dapat satu ilmu satria berkuda itu. Yakni ketika main catur dengan John Mohn.
Saya tidak tahu apakah satria berkuda bernama Budi Sadikin akan bisa menghasilkan skak-mat untuk kartel dokter itu. (Dahlan Iskan)