Gus Ipul juga tidak tampak ingin kembali menjadi sekjen. Saat rapat pleno di Hotel Sultan jabatan sekjen dibiarkan kosong. Tapi ketika kubu Zulfa mengadakan rapat pleno di PBNU Kramat Raya, jabatan khatib aam diputuskan: diberikan kepada Prof Dr Mohammad Nuh –mantan mendikbud dan mantan Menkominfo. Jabatan lamanya di PBNU adalah salah satu rais syuriyah yang mendampingi Rais Aam Miftachul Akhyar.
Hubungan Miftachul Akhyar dan Mohammad Nuh memang sangat dekat: sama-sama Surabaya Timur. Hubungan Mohammad Nuh dengan Gus Ipul juga sangat dekat: sama-sama Jatim. Pun Prof Nuh adalah tim inti Gus Ipul di program Sekolah Rakyat yang jadi andalan Presiden Prabowo Subianto.
Maka kubu Zulfa ini sebenarnya juga tepat disebut ”Kubu Nuh” –mengingat peran sentralnya di pertikaian itu. Tapi satu kubu punya empat nama akan membingungkan. Lebih baik disebut Kubu Zulfa saja meski peran kiai kelahiran Banten ini hanya sebagai ”yang melaksanakan”.
Mungkin karena tetap di satu kantor maka perpecahan ini tidak meruncing. Statusnya ”hanya” runcing. Tidak saling tusuk. Masing-masing hanya sibuk di jalan yang beda. Kubu Yahya fokus di penanganan bencana –karena itulah tema sidang pleno terakhirnya.
Kubu Zulfa terus melakukan silaturahmi ke daerah-daerah. Setelah ke Banten di hari pertama, Kiai Zulfa kemarin ke Jawa Barat.
Tiga tokoh utama di kubu Zulfa memang dikenal punya kelebihan di bidang silaturahmi. Mirip salah satu kelebihan Gus Dur.
Silaturahmi sudah seperti roh dan napas dalam NU. Banyak persoalan rumit di NU bisa diselesaikan lewat silaturahmi. Kiai-kiai utama didatangi satu per satu. Minta sembur dan tidak lupa membawa suwur.
Di NU pasal-pasal AD/ART bisa kalah tinggi dengan silaturahmi. Maka pelanggaran AD/ART dalam penunjukan kiai Zulfa itu akan terehabilitasi lewat silaturahmi.
Dan itu hanya memerlukan waktu tiga bulan.
Berarti tiga bulan lagi akan ada Muktamar NU. Penyelenggaranya: PBNU Zulfa. Sah tidaknya muktamar itu bisa diselesaikan sekalian dalam misi silaturahmi tiga bulan ke depan.



