Menurut Ubaid, langkah itu penting agar Badan Gizi Nasional (BGN) dapat meninjau kembali sistem pengawasan mutu dan sertifikasi penyedia makanan yang diduga menjadi sumber masalah. Ia menegaskan, keselamatan anak-anak penerima manfaat seharusnya menjadi prioritas utama, bukan hanya pencapaian target jumlah penerima program.
“Program gizi seharusnya menyelamatkan, bukan mencelakakan. Kejar target boleh, tapi bukan dengan mengorbankan mutu dan keselamatan penerima manfaat,” tegasnya.
Audit Total Dapur Penyedia MBG
Ubaid juga meminta agar seluruh dapur penyedia MBG atau Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG) dihentikan operasinya sementara waktu hingga dilakukan audit menyeluruh. Audit ini mencakup pemeriksaan bahan baku, proses penyimpanan, serta distribusi makanan ke sekolah-sekolah di berbagai daerah.
“Seluruh dapur penyedia harus diaudit total. Jangan ada yang kembali beroperasi sebelum terbukti memenuhi standar keamanan pangan,” tegasnya.
Desakan ini disambut dukungan dari sejumlah organisasi kesehatan masyarakat. Mereka menilai, jika tidak segera ditangani dengan tegas, kasus keracunan MBG berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan anak-anak dan menurunkan kepercayaan publik terhadap program pemerintah di bidang gizi.
Ancaman Krisis Kepercayaan terhadap Program Gizi Nasional
Kasus keracunan massal akibat program MBG ini dikhawatirkan bisa memunculkan krisis kepercayaan publik terhadap program gizi nasional. Pemerintah diminta lebih transparan dalam mempublikasikan hasil investigasi, serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti lalai dalam menjaga kualitas makanan.
Dengan jumlah korban yang terus bertambah dan penyebaran kasus hingga ke daerah-daerah baru, langkah cepat pemerintah menjadi kunci untuk menghentikan dampak lebih luas. Publik menanti tindakan nyata, bukan sekadar janji perbaikan administratif.
Program MBG awalnya dirancang untuk memperbaiki gizi anak-anak sekolah, terutama di daerah tertinggal. Namun tanpa pengawasan ketat dan sistem distribusi yang aman, tujuan mulia itu kini berbalik menjadi bumerang. (Hasyim Ashari)