“Itu Swiss-nya Tiongkok,” ujarnyi seolah menganggap saya belum tahu Tiongkok.
Salah satu spot pemandangan di Bi Peng Gou.–
Letak Bi Peng Gou di pegunungan Kunlun, dekat Shangri-La. Dekat Li Jiang. Dekat Jiuzhaigou (九寨沟). Yang tiga itu saya pernah ke sana. Semuanya di pegunungan Kunlun. Di kawasan antara Sichuan-Qinghai-Tibet. Jauh sekali. Tinggi sekali. Ketinggiannya antara 2000-5000 meter.
“Dari Chengdu kami akan naik mobil selama empat jam,” katanyi. Chengdu adalah ibu kota provinsi Sichuan. Berarti mereka itu menjelajah mulai pantai timur, Tiongkok tengah sampai barat dan selatan.
“Bagaimana bisa tahu semua itu?”
“Kami ikuti pembicaraan di komunitas backpacker internasional. Mereka saling berbagi info dan pengalaman,” katanyi.
“Kenapa pilihan kalian ke Tiongkok?”
“Saya lihat Tiongkok kok maju sekali. Padahal saya dulu benci…,” katanyi.
Di penerbangan ke Hong Kong itu saya dapat tempat duduk sederetan dengan mereka. Jadinya agak berisik. Apalagi ada yang minta membuat video agar saya kirim nasihat kepada anak mereka.
“Anda punya jilbab berapa di rumah Anda?”
“Tidak tahu…tidak dihitung”.
“Seratus? Lebih?”
“Ya nggaklah…tapi entahlah,” jawabnyi.
“Istri saya mungkin punya 1.000 jilbab…” kata saya –agak ngawur gaya wartawan memancing jawaban.
“Kalau dijumlah sejak dulu mungkin saya pun punya segitu. Tapi setiap beli tiga yang baru tiga yang lama dilepas,” jawabnyi.
“Saya juga begitu,” timpal satunya.
“Saya juga,” satunya lagi.
“Ibu mertua saya seperti istri bapak…” katanyi.
“Oh… Berarti ada juga yang seperti istri saya”.
“Mungkin ibu punya cerita di tiap jilbab beliau. Jadi tidak mau dilepas…”.
Oh… begitu. Saya pun memaklumi istri. “Makanya ketika saya sarankan agar yang lama-lama dibuang beliau marah…”.
“Kalau beliau marah Bapak gimana?”.
“Saya langsung diam. Nggak pernah lagi menyarankan itu.”
“Itu sikap yang bagus. Berarti bapak tahu prinsip-prinsip wanita”.
“Prinsip wanita itu apa?”
“Prinsip pertama, wanita itu selalu benar. Prinsip kedua, kalau wanita itu salah harus kembali ke prinsip pertama…”.