Tanpa adanya kejelasan atas penjualan vaksin dan kepastian penyerapan Pemerintah.
Sederhananya, Bio Farma seolah-olah “membeli janji” tanpa ada kontrak pasti. Keputusan Rapat Direksi tanggal 7 Februari 2022 tentang pengadaan 24,5 Kg CpG untuk tujuan komersial.
Meski, diakui oleh Direktur Utama Bio Farma kala itu Honesti Basyir, ternyata mengandung risiko yang sangat tinggi.
Tanpa adanya jaminan pasar yang jelas, pembelian bahan baku dalam jumlah masif ini seperti bertaruh dengan uang rakyat yang dikumpulkan dari pajak.
Masih berdasarkan laporan hasil pemeriksaan itu, menanggapi temuan BPK, Direktur Utama Bio Farma menyatakan menerima hasil pemeriksaan.
Pihaknya berdalih sisa CpG yang belum terserap senilai Rp225 miliar itu akan tetap digunakan untuk produksi Vaksin IndoVac. Menyesuaikan kebutuhan dalam negeri terutama melalui skema penugasan dari pemerintah.
“Terkait dengan sisa CpG yang belum terserap sebesar Rp225.019.281.588 akan digunakan untuk produksi Vaksin IndoVac menyesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri. Terutama melalui skema penugasan dari pemerintah,” papar BPK.
Untuk itu, BPK memberikan rekomendasi tegas. Direksi Bio Farma harus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Isinya:
- Memastikan produksi dan penjualan vaksin IndoVac kepada Pemerintah sehingga sisa CpG yang belum digunakan dapat terserap;
- Mengusulkan adanya skema buffer stock vaksin Covid-19 dalam rangka memitigasi risiko penyebaran pandemi Covid-19 secara berkelanjutan.
Rekomendasi ini krusial untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Selain itu, untuk menjamin ketersediaan vaksin tanpa memboroskan anggaran.
Peringatan DPR yang Terabaikan
Temuan BPK ini mengingatkan publik pada peringatan keras yang pernah dilontarkan oleh Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade.
Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan PT Bio Farma pada Kamis, 24 November 2022, Andre sudah mewanti-wanti IndoVac akan menjadi mubazir seiring melandainya kasus COVID-19.
Peringatan Andre tidak hanya pada IndoVac. Ia juga menyoroti fakta Bio Farma masih memiliki stok vaksin gotong royong sebanyak 3,2 juta dosis, dari total 3,5 juta dosis yang sempat dikelola.