Bulan lalu pun saya sudah tahu Jokowi tidak jadi memimpin PSI. Waktu itu saya hadir di pesta perkawinan di Tangerang. Salah satu tamunya teman yang aktif di PSI. Saya pun ingin dengar pendapatnya soal berita media hari itu: Jokowi akan pimpin PSI. Jokowi sendiri sudah setuju.
“Tidak jadi kok,” ujar teman itu. “Tadi malam saya dapat kepastian dari internal partai,” tambahnya.
Ternyata benar. Sampai pendaftaran calon ketua umum PSI ditutup, Jokowi tidak mendaftar. Rupanya sorotan publik ”bapak gusur anak” dipertimbangkan baik-baik. Pun soal PSI jadi bukan lagi partai anak muda.
Bisa juga rebutan akan terjadi antara PSI dan Partai Demokrat. Bukan rebutan masa. Rebutan predikat. Selama ini yang lebih dikenal sebagai partai gajah adalah Partai Demokrat. Tapi logo Demokrat bukan gajah. PSI akan dengan mudah mempunyai julukan baru ‘partai gajah‘.
Golkar juga sering ‘melahirkan’ partai tandingan: awalnya semua gagal. Lalu lahir Nasdem. Relatif sukses.
Partai Islam lebih sering lagi beranak-pinak. Semua anak-anak itu menjadi partai kecil.
Apa akibat munculnya partai gajah?
Perolehan suara partai-partai kian kecil –secara prosentasi. Kian sulit mengharapkan terwujudnya partai tengah yang dominan. Padahal negara ini memerlukan satu partai tengah yang dominan.
Atau jangan-jangan Gerindra yang bisa memenuhi harapan itu –membawa modal sebagai partai penguasa.
Kita akan lihat: bagaimana para bupati-walikota yang diusung PDI-Perjuangan tanpa koalisi. Adakah di antara mereka yang jadi Prabu Baladewa –yang menjadikan gajah jadi kendaraannya?
Atau kah mereka ditakdirkan ada yang jadi pelanduk –terinjak kaki gajah lalu diseruduk banteng?(Dahlan Iskan)