Akhirnya saya beranikan diri menghubungi Adi Susilo. Jumat. Ternyata Adi ramah sekali. Masih seperti khasnya Arek Suroboyo. Saat itu pun saya ditunggu: di arena Indy 500. Sekalian bisa lihat bagaimana ia menyiapkan mobil pembalap.
Sayang, saya sudah janji ke Purdue University dan ke Notre Dame University. Saya pun bertanya: apakah punya waktu selain Jumat itu.
“Besok, Sabtu sore saya sudah bebas,” katanya.
“Sabtu sore? Anda bisa? Bukankah Minggu hari balapan? Bukankah Sabtu adalah puncak kesibukan Anda?”
“Ini beda dengan Formula One,” jawab Adi. “Di Indy 500 sehari sebelum balapan justru libur. Pembalapnya wajib ikut parade semua,” tambahnya.
Saya pikir, sehari sebelum perlombaan untuk balapan seleksi penentuan urutan posisi start di balapan hari Minggu. Ternyata tidak seperti di Formula One.
Maka kami sepakat: Sabtu sore keluar kota. Makan malam. Di restoran Indonesia Mayasari milik Maya. Di Greensburg. Satu jam dari Indianapolis.
“Saya jemput pukul 5 sore,” katanya.
Kami pun satu mobil ke Greensburg. Adi yang pegang kemudi. “Jangan ngebut ya,” pinta saya. Di Jerman ia pernah menjalankan mobil 300 km/jam. Di sana tidak ada aturan batas kecepatan. Yakni di jalan-jalan tolnya yang gratis.
Di sepanjang perjalanan saya tidak bertanya yang berat-berat ke Adi. Semua hal sudah ditanyakan oleh cucu Pak Iskan di podcast. Saya lebih banyak bertanya soal keluarga.
Ayah Adi ternyata seorang dosen. Ibunya alumni IKIP Malang. Sang ayah arsitek lulusan ITS Surabaya. Lalu menjadi dosen di fakultas arsitektur Universitas Kristen Petra.
Saat Adi baru berusia dua tahun ayahnya dapat beasiswa ke Sydney Australia. Itu beasiswa dari UK Petra untuk S-2. Adi diajak serta. Pun adik laki-lakinya yang baru berusia satu tahun.
Maka Adi masuk SD-nya di Sydney. Saat pulang ke Surabaya ia balik masuk TK. Ia harus belajar bahasa Indonesia.
Di SD dan SMP nilai Adi istimewa. Ia juga jadi ketua OSIS. Itulah modalnya untuk masuk SMA. Ia ingin masuk SMA yang sama: Frateran. Di belakang SMA Ta’miriyah milik NU.
Adi gagal ke SMA Frateran. Uang masuknya mahal. Orang tuanya sudah berjuang untuk dapat keringanan: keluarga dosen tidak punya uang sebanyak itu.