Itu sangat baik. Tapi bukan yang terbaik. Pembicaraan antara KAI dan Perumnas terlalu makan waktu. Sama-sama punya ego. Sama-sama ingin dapat keuntungan lebih besar.
Akhirnya orientasinya bisnis. Harus untung. Harus balik modal dengan cepat. Itu tidak salah. KAI dan Perumnas adalah perusahaan, meskipun statusnya BUMN.
Dengan contoh nyata di tiga lokasi itu KAI dan Perumnas sudah memecahkan kebekuan. Tinggal apakah seterusnya masih seperti itu. Atau lebih diarahkan untuk tujuan bernegara yang lebih baik.
Sepanjang pendekatannya tetap bisnis maka berapa pun rumah dibangun tidak bisa memecahkan persoalan kampung kumuh.
Rumah susun kian banyak tapi perumahan kumuh tidak berkurang. Kampung miskin tetap jadi warisan dari satu gubernur ke gubernur berikutnya.
Kita harus ingat: kepentingan utama rumah di stasiun adalah untuk mereka yang berpenghasilan tetap tapi rendah, yang tiap hari ke tempat kerja di jalur itu. Bukan untuk mereka yang ingin investasi. Atau untuk jadi rumah kedua apalagi ketiga.
Masih begitu banyak stasiun yang bisa dibuat seperti Rawa Buntu. Gubernur DKI Jakarta bisa ikut terjun. Bukan untuk bisnis. Harus lebih banyak untuk mengurangi kampung kumuh di Jakarta.
Mereka jangan digusur jauh. Itu akan mencabut akar dan ekonomi mereka. Tapi kalau di ”gusur” ke rumah susun di stasiun justru memperkuat akar mereka.
KAI dan Perumnas sudah memulai di tiga lokasi. Betapa cepat kalau gubernur Jakarta ikut membawanya lari. (Dahlan Iskan)