Lebih beruntung lagi ada Siti Fauziyah yang sedang mendalami entomology. Dia ternyata sudah dipercaya untuk memegang kunci banyak ruang laboratorium di universitas itu. Berarti Fauziyah digolongkan seorang peneliti yang sangat serius. Suka hidup di laboratorium. Dia juga menjadi asisten pengajar di kampus yang begitu hebat.
Kami pun diajak ke satu gedung. Lima atau enam lantai. Isinya lab semua. Salah satunya adalah lab di mana teknologi MRI ditemukan di universitas ini. Masih ada model-model MRI di awal penelitiannya di situ.
Lalu kami dibawa masuk ke lab partikel material. Lab coating. Lab tentang cara kerja otak. Lab microskop. Dan banyak lagi.
Fauziyah juga mengajak kami ke gedung lain. Melewati taman-taman, halaman, dan jalan aspal. Langkah Fauziyah cepat sekali. Sudah seperti orang Amerika.
Total, empat gedung yang kami masuki. Terpisah jauh-jauh. Semuanya lab. Yang terakhir adalah lab penelitian serangga. Fauziyah akan menjadi doktor serangga. Khususnya capung.
Ketika masih di Kebumen, masih di SMA, Fauziyah terpana akan capung. Hari itu hujan lebat. Hujan angin. Seekor capung terbang di tengah badai. Terlihat kuat terbang melawan angin. Sayapnya tidak menjadi berat karena basah.
Ketika kuliah di jurusan biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fauziyah bertemu profesor tamu dari Finlandia. Dia diskusikan capung itu. Setelah sang profesor pulang kampung, Fauziyah ditelepon: boleh mendalami capung di Finlandia selama enam bulan.
Ketika SMP di Kebumen itu Fauziyah tinggal di pondok pesantren –untuk belajar agama. Pun ketika masuk SMA di Yogyakarta dia tinggal di pondok.
Melihat capung nan sakti, critical thinking Fauziyah berputar. Dia tidak bersikap pupus ”itu keajaiban dari Allah”. Dia berpikir dan bertanya-tanya: ada unsur apa di sayap capung sampai kalis pada air. Lalu: pergerakan sayap seperti apa yang membuatnya mampu terbang melawan badai.
Maka di Illinois U itu Fauziyah mulai berkolaborasi dengan disiplin ilmu material, teknik mesin, aeronautical, dan kimia-coating.